Diberdayakan oleh Blogger.

Senin, 03 November 2008

Tahun 2008 Tidak Ada Kekeringan (II)

iAnda kenal bukan, dengan nama-nama "cantik" seperti La Nina dan El Nino? Namun kita tidak sedang membicarakan dua nama artis cantik, tapi dua nama fenomena alam yang sering terjadi di muka bumi ini. Lalu, adakah pengaruhnya terhadap pola kemarau di Indonesia? Mari kita ikuti pembahasannya di bagian kedua ini.

5. Dipole Mode

Seperti diterangkan sebelumnya, Dipole Mode merupakan perilaku suhu permulaaan laut yang terjadi di Samudra Hindia. Besarnya Dipole Mode dinyatakan dengan Dipole Mode Index (DMI). Indeks ini dihitung dengan membandingkan suhu permukaan laut (SST) yang terjadi di Samudra Hindia sebelah timur dan barat. DMI positif bila Samudra Hindia barat suhunya menaik, sementara suhu di bagian timur (dekat Sumatra) justru menurun. Sedangkan DMI negatif menunjukkan keadaan sebaliknya.

Dari Gambar 7 dapat diketahui bahwa DMI positif selama Bulan Juni (nilainya antara 0.4-0.8). Artinya, di bagian timur Samudra Hindia (dekat Sumatra) terjadi pendinginan suhu permukaan laut dan sebaliknya pemanasan terjadi di Samudra Hindia barat. Akibatnya, uap air yang dibawa oleh monsun timur di wilayah Indonesia akan tersedot ke barat Samudra Hindia. Karena itu, sebagian Sumatra dan Jawa Barat akan lebih kering dibandingkan wilayah lain di Indonesia.


Gambar 7 Indeks Dipole Mode di Lautan India dari pengamatan menggunakan Reynold OLV2 (www.jamstec.go.jp)

Kemarau Basah Karena La Nina

Untuk mengetahui lebih lanjut mengenai El Nino dan La Nina, kita perlu memahami pembagian kawasan Nino di Samudra Pasifik. Pembagian kawasan Nino tampak pada Gambar 8.


Gambar 8 Pembagian kawasan Nino 4, Nino 3.4, Nino 3, Nino 1+2.
(http://www.cpc.ncep.noaa.gov)

Pembagian kawasan Nino ini dilakukan berdasarkan hasil penelitian jangka panjang para ilmuwan mengenai kondisi El Nino dan SST di Samudra Pasifik. Menurut penelitian tersebut pula, disimpulkan bahwa Nino 3.4 merupakan kawasan yang paling dominan berperan membangkitkan El Nino. Sehingga, nilai anomali SST dan indeks El Nino di kawasan Nino 3.4 sangat penting untuk diketahui.

Nilai anomali SST di kawasan Nino 3.4 terlihat pada Gambar 8. Tampak bahwa nilai anomali SST di kawasan Nino 3.4 pada Bulan Juni masih negatif, sekitar -0.5. Anomali SST negatif ini menunjukkan bahwa SST di kawasan itu tidak mengalami kenaikan. Dengan kata lain, suhu permukaan laut di sana lebih dingin dari suhu normal (data jangka panjang 30 tahun).

Lantas apa kaitannya dengan kekeringan di Indonesia? Jelas, jika suhu laut di kawasan Nino 3.4 mengalami kenaikan maka Indonesia akan mengalami kekeringan yang cukup parah. Sebaliknya, jika suhu laut di kawasan tersebut berada di bawah normal, maka angin yang terjadi di Indonesia masih bersifat basah. Sehingga, kemungkinan hujan masih akan turun di Indonesia pada musim kemarau.


Gambar 9 Anomali SST di Nino 4, Nino 3.4, Nino 3, Nino 1+2.
(http://www.cpc.ncep.noaa.gov)

Agar lebih jelas, mari kita amati data anomali SST yang lebih panjang di kawasan Nino 3.4 seperti pada Gambar 9. Tampak anomali SST sejak tahun 1950 hingga tahun 2008 di gambar tersebut. Jika anomali bernilai positif di atas 1, maka terjadilah El Nino. Sementara itu, anomali yang bernilai kurang dari negatif 1, menunjukkan terjadinya La Nina.


Gambar 10 Indeks El Nino dan La Nina dari tahun 1950-2008 (http://www.cpc.ncep.noaa.gov).

Terlihat bahwa pada tahun 2007 hingga 2008 (Juni), anomali SST mengalami penurunan dari 0 hingga -1.5. Penurunan nilai anomali SST ini menunjukkan bahwa sepanjang tahun 2007 hingga 2008, terjadi La Nina yang cukup kuat. La Nina ini di Bulan Juni 2008 masih berlangsung meski makin mengecil dan bergerak mendekati kondisi netral (lihat Gambar 10). Disebut pula sebagai La Nina lemah.

Data mengenai La Nina yang melemah ini juga diperkuat oleh data pada Gambar 11 yang menunjukkan indeks El Nino dan indeks La Nina. Indeks El Nino diwakili oleh grafik merah, indeks La Nina diperlihatkan oleh grafik berwarna biru. Pada tahun 2008, nilai indeks La Nina positif 1 menuju nol, sementara indeks El Nino negatif 1 dan menurun.


Gambar 11 Indeks El Nino, La Nina, ESPI dari tahun 1979-2008.
(http://trmm.gsfc.nasa.gov)

Simpulan

Musim kemarau di Indonesia tahun ini bersifat basah karena terjadinya La Nina di Samudra Pasifik khatulistiwa (Equatorial Pacific Ocean) meskipun di wilayah barat cenderung lebih kering dibandingkan wilayah tengah dan timur.

La Nina adalah istilah yang menunjukkan terjadinya penurunan suhu permukaan laut (Sea Surface Temperature) yang tidak biasa (di bawah normal) di Samudra Pasifik. Sejak Februari 2008, La Nina cenderung melemah mendekati kondisi netral. Selama Juni, nilai indeks La Nina sekitar -1 (nilai normal adalah -0.5 sampai 0). Menurut prediksi model, La Nina menuju normal ini akan terus berlangsung hingga Agustus. Sementara kemarau di Indonesia kemungkinan akan mencapai puncak di Bulan September.

La Nina yang terjadi di Pasifik Timur ini tentu saja mempengaruhi negara-negara di khatulistiwa yang terletak di sebelah barat Pasifik, termasuk Indonesia. Secara umum, La Nina akan mempengaruhi kondisi angin yang terbentuk di atas Pasifik. Angin tersebut bersifat basah karena membawa serta banyak uap air, akibat dari mendinginnya suhu permukaan laut di bawahnya.

Artinya, pembentukan awan di daerah tropis sekitar khatulistiwa masih akan sering terjadi. Dengan demikian, di Indonesia, hujan kemungkinan masih akan terjadi sepanjang musim kemarau tahun ini.

Musim kemarau juga akan dipengaruhi oleh Dipole Mode yang positif. Dipole Mode Positif menunjukkan bahwa di Samudra Hindia bagian timur terjadi pendinginan sementara di bagian barat mengalami pemanasan. Dipole Mode positif ini telah berlangsung sejak Bulan Mei.

Kombinasi antara monsun, La Nina, Dipole Mode, akan membentuk pola musim kemarau tahun ini. Terjadinya Dipole Mode yang positif di Samudra Hindia mengakibatkan Indonesia di bagian barat lebih kering daripada wilayah lainnya. Indonesia bagian timur akan sedikit lebih basah karena pengaruh La Nina. Sedangkan Indonesia bagian tengah akan mengalami musim kering yang normal.

Bacaan

1. ENSO Cycle: Recent Evolution, Current Status and Predictions, Climate Prediction Center NCEP, 23 Juni 2008.
2. Impact of the Indian Ocean Dipole on the Southern Oscillation, Swadhin K. Behera1 and Toshio Yamagata1,2, 27 Juni 2001.
3. Muncul Gejala Awal Terjadi Dipole Mode, Kompas, 2 Juli 2008.

*) Penulis adalah (Pembantu) Peneliti Bidang Pemodelan Iklim
Pusat Pemanfaatan Sains Atmosfer dan Iklim
Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN) Bandung

0 komentar:

Posting Komentar

Kemana anda mencari Informsi

RPP dan Silabus

  • RPP dan Silabus EEK kelas 1
  • RPP dan Silabus EEK kelas 2
  • RPP dan Silabus EEK kelas 3
  • RPP dan Silabus EEK kelas 4
  • RPP dan Silabus EEK kelas 5
  • RPP dan Silabus EEK kelas 6

Arsip Blog

Admin

Followers

Basshunter - All I Ever Wanted