Rehat......Laskar Pelangi

Hari-hari ini pembicaraan yang paling sering terdengar dari anak-anak saya di rumah, tetangga kiri-kanan, teman sekantor, teman diskusi, saudara di tempat pengajian, para guru dan widyaiswara di depan kelas, di PKK, di forum-forum diskusi dan di seputar kita tentunya, adalah tetralogi Andrea Hirata, Laskar Pelangi, yang fenomenal itu. Orang rela berdesak-desakan dalam antrian yang sangat panjang ”hanya” untuk melihat filmnya.

Bahkan dua orang mutiara saya di rumah sudah lebih dari satu kali membaca ulang Laskar Pelangi, Sang Pemimpi, dan Edensor yang memang sangat menarik dan patut dibaca itu. Diskusi kami di ruang baca, di meja makan, bahkan sampai mau tidur masih ada bahasan tentang Ikal, Arai, Mahar, Lintang, Harun dan Trapani.

Kadang saya lihat mereka terbahak-bahak ketika membaca bagaimana Ikal dan Arai menyanyikan lagu Indonesia Raya melalui corong masjid. Tersenyum-senyum ketika membaca kisah tentang si Harun yang punya kucing tiga, belang tiga, dan beranak tiga. Di lain kesempatan mereka tersedu-sedu membaca bagaimana si kecil Arai berdiri di depan pintu rumahnya yang sudah doyong mengepit karung kecampang menunggu harapan yang akan mewujudkan mimpi-mimpinya di masa depan.

Lalu ..........silahkan baca sendiri kelanjutannya.

Yang ingin saya sampaikan bahwa pendidikan sangatlah penting bagi kita semua. Kita punya hak yang sama untuk memperoleh pendidikan formal, informal, dan non formal. Berbagai jalur yang ditawarkan tentunya mempunyai konsekuensi sendiri-sendiri bagi pengelolanya. Tidak hanya cari untung saja, tetapi yang terpenting adalah memberikan layanan yang terbaik kepada user.

Eforia Laskar Pelangi mestinya memberikan pencerahan bagi segenap insan pendidikan. Bahwa mimipi-mimpi indah untuk menjadi lebih baik, memberikan yang terbaik, membangun sesuatu untuk kebaikan, dsb..dsb... adalah melalui pendidikan.

Lantas biaya yang tinggi dan tidak terjangkau menjadi tanggung jawab siapa?